PESAN KAKAK
Oleh : Resty Anindita Fitriani
Rintik-rintik
hujan yang tadinya deras kini mulai mereda. Aku masih menanti dirinya duduk di
halte bis, ditemani handphoneku yang dari tadi terus melantunkan lagu favoritku
A Thousand Years. Tiba-tiba sebuah
mobil BMW berhenti tepat di depanku. Seseorang di dalamnya membuka kaca mobil. “Lama ya
nuggunya?” tanya seorang lelaki dari dalam mobil. ”Lama banget Kak. Kakak
kemana aja sih?” keluh Lana kepada kakanya Robi. Dia sangat kesal karena menunggu.
Mukanya hanya di tekuk cemberut dan bibirnya manyun.
“Sory ya
dek, Kakak kena macet tadi. Ayo gih masuk ke mobil.” Robi minta maaf kepada
Lana. “Ok… ok.. Kakakku sayang. Lain kali jangan telat ya.” Lana bergegas masuk
ke dalam mobil. Karena, gerimis tak kunjung henti.
Robi dan
Lana kakak beradik. Setiap hari Robi selalu menjemput Lana pulang sekolah. Lana
masih kelas 2 SMA dan Robi sudah duduk di bangku kuliah. Mereka begitu dekat,
karena Robi sangat sayang kepada adik satu-satunya itu. Meskipun Lana kerap kali membuat Robi
kesal, tetapi Robi tak pernah marah.
Orang
tua meraka jarang di rumah dan sangat sibuk. Sering sekali pergi ke luar kota,
bahkan ke luar negeri. Tidak heran jika Lana manja kepada Robi, sampai-sampai saat
ini Robi belum memiliki kekasih. Lana selalu cemburu jika Robi dekat dengan
wanita lain. Ia takut jika kakak kesayangannya itu memiliki pacar, maka kasih
sayangnya akan berkurang.
Saat di
dalam mobil menuju rumah, mereka saling bersenda gurau. Tertawa hingga rasa
kesal di dalam hati Lana tidak terlihat lagi.
“Dek ayo
tebak, sapi… sapi apa yang tidak bisa makan rumput?” Robi memberi teka teki
kepada adiknya.
“Hhmm
apa ya Kak? Semua sapi makannya rumput kakak..”
“Sapi
ompong Lana….” Robi tertawa sangat keras begitu juga dengan Lana, tertawa lepas
sekali.
Mereka
berdua terlihat sangat gembira sekali. Tiba-tiba Lana terhenti dari tawa dan
wajahnya berubah menjadi sedih. Saat melihat hal tersebut, tawa Robi juga ikut
menghilang.
“Kamu
kenapa Adekku sayang?” tanya Robi sambil tangan sebelah kiri mengusap-usap
kepala Lana dan tangan kanannya masih fokus dengan setir mobil.
“Andai
Mama sama Papa bisa bersama kita saat ini. Pasti kita lebih bahagia ya Kak?”
Lana menundukkan kepalanya dan air matanya mulai jatuh.
“Iya
Dek, mereka memang tidak pernah memikirkan kita. Tapi kan saat ini ada Kakak
yang selalu menemani kamu.” Robi menghibur Lana.
“Mereka
selalu saja meninggalkan kita! Mereka tidak pernah perduli dengan kita Kak.
Kakak janji ya jangan tinggalkan aku seperti Mama dan Papa.” Lana memandang
mata Kakaknya.
“Iya
adekku sayang.” Dan setelah jawaban itu, Robi terdiam dan melamun. Tiba-tiba
dia menginjak rem mobil dengan mendadak.
“Kakak
kenapa? Kok ngerem mendadak?” Lana merasa terkejut dan Syok.
Robi
terdiam dan tiba-tiba melihat mereka berhenti di depan sebuah minimarket.
“Kakak mau beli sesuatu. Kakak malas untuk turun, kamu mau ya belikan kakak coklat
silverquin sama ini” pintanya. Robi memberikan secarik kertas yang dilipat
kepada Lana.
“Ok deh
Kakak. Aku turun dulu ya.” Lana keluar dari mobil dan masuk ke dalam
minimarket. Lana penasaran apa yang kakaknya ingin beli dan membuka kertas
tersebut. Di dalamnya tertulis.
|
Ternyata
kertas itu adalah sebuah surat dari Robi. Betapa sedihnya Lana membaca surat
tersebut. Saat membaca surat tersebut, tiba-tiba dari luar minimarket terdengar
suara mobil tabrakan.
Gubraaaaaaakkkkkk……..
Lana cepat-cepat keluar dari dalam
minimarket tersebut dan dilihatnya ternyata mobil kakanya telah hancur di hanta
sebuah truk besar. Lana menangis melihat hal tersebut. Ia langsung lari menuju
mobil kakaknya yang telah hancur itu.
Lana
berteriak memanggil Kakaknya “Kakak…. Kak Robi… Kakak……” Lana menangis sangat
keras “Kakak… kenapa Kakak tinggalin Lana….!
Orang-orang sekitar langsung
berdatangan. Tak lama kemudian polisi dan ambulance juga datang ke tempat
kejadian. Mayat Robi berlumuran darah. Nyawanya sudah tidak ada lagi. Saat di
bawa ke rumah sakit menggunakan ambulance, mayat Robi tidur di pangkuan Lana
adiknya. Lana menangis sejadi-jadinya. Tapi ia sadar bahwa memang tak selamanya
Robi bisa selalu bersama dan menjaganya. Saat mengingat pesan di dalam kertas
itu, ia berhenti menangis meski hatinya begitu sedih dan hancur.
Mantap
BalasHapus