UNGKAPAN TRADISIONAL
2.1
Pengertian Ungkapan Tradisional
Secara umum ungkapan disebut juga
idiom atau sinonim. Pengertian ungkapan dalam Kamus Umum WJS. Poerwadarminta
halaman 1129 (dalam Yuzar, 2005:9) adalah perkataan atau kelompok kata yang
khusus untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan (melihat bulan, haid;
celaka tiga belas).
Ungkapan ialah segala bentuk tuturan lisan
yang diucapkan yang mana pembedanya ialah cara penuturannya. Ungkapan tradisional
merupakan
tuturan yang tumbuh dalam masyarakat tradisional misalnya suatu
peribahasa atau pepatah sebagai pendidikan atau pengajaran. Ungkapan
tradisional biasanya disampaikan secara lisan. Ungkapan tradisional itu ada
sebagai suatu pendidikan atau sebagai ajaran bagi masyarakat melayu. Zaman dulu
untuk menegur seseorang atau memuji seseorang tidak secara langsung, namun
menggunakan ungkapan-ungkapan yang bermakna kiasan.
Ungkapan
tradisional merupakan suatu peribahasa atau pepatah sebagai pendidikan.
Ungkapan tradisional biasanya disampaikan secara lisan. Ungkapan tradisional
itu ada sebagai suatu pendidikan atau sebagai ajaran bagi masyarakat melayu.
Zaman dulu untuk menegur seseorang atau memuji seseorang tidak secara langsung,
namun menggunakan ungkapan-ungkapan yang bermakna kiasan. Ungkapan tradisional
ada beberapa macam diantaranya sebagai berikut.
1.
Peribahasa
Peribahasa menurut kamus KBBI adalah
kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud
tertentu (peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, dan perumpamaan), ungkapan
atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip
hidup atau aturan tingkah laku.
Peribahasa
adalah ayat atau kelompok kata yang mempunyai susunan yang tetap dan mengandung
pengertian tertentu, bidal, pepatah.
Beberapa peribahasa merupakan perumpamaan yaitu perbandingan makna yang
sangat jelas karena didahului oleh perkataan "seolah-olah",
"ibarat",
"bak",
"seperti",
"laksana",
"macam",
"bagai",
dan "umpama".
Contoh
peribahasa:
Dayung sudah
di tangan, perahu sudah di air
Maksud: Segala-gala yang dikehendaki sudah diperoleh.
Maksud: Segala-gala yang dikehendaki sudah diperoleh.
Yang lama
dikelek, yang baharu didukung
Maksud : Adat yang lama tetap diamalkan di samping budaya hidup yang baharu.
Maksud : Adat yang lama tetap diamalkan di samping budaya hidup yang baharu.
Seperti lembu
dicucuk hidung
Maksud : Orang yang selalu menurut kemahuan orang
Maksud : Orang yang selalu menurut kemahuan orang
Tak lapuk dek
hujan, tak lekang dek panas
Maksud : Adat yang tidak berubah; sesuatu yang tetap utuh.
Maksud : Adat yang tidak berubah; sesuatu yang tetap utuh.
Bagai kaca terhempas
ke batu
Maksud : Sangat sedih atau kecewa.
Maksud : Sangat sedih atau kecewa.
Bulat air
kerana pembetung, bulat manusia kerana muafakat
Maksud : Kata sepakat yang dicapai dalam mesyuarat.
Maksud : Kata sepakat yang dicapai dalam mesyuarat.
Bagai Aur
Dengan Tebing
Maksud : Hubungan yang rapat antara sama sama yang lain dan saling membantu.
Maksud : Hubungan yang rapat antara sama sama yang lain dan saling membantu.
2.
Pepatah
Menurut kamus KBBI pepatah merupakan
peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orang-orang tua (biasanya
dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara). Pepatah ini sama dengan
peribahasa. Ada juga yang menyebutkan bahwa pepatah adalah
seni berbicara untuk mematahkan pendapat orang lain sedangkan Petitih adalah
seni berbicara untuk menitihkan (baiyo batido) pendapat dunsanak nan lain,
semoga bemanfaat, amin ya Rabbal alamin. Pepatah; ungkapan yang berisikan
(anjuran, karangan, kritikan, dan sindiran) yang disampaikan dalam satu kalimat
pendek.
Lamun keyeng tangtu pareng (jika ada
kemauan segala keinginan akan tercapai)
Ulah poho ka waktu (jangan
melupakan waktu)
Mending waleh manan leweh (lebih baik
berusaha daripada berputus asa)
2.2
Contoh Ungkapan Tradisional
Mali
melanggah kubo
Nandek tebengun kepaleu ayah
Mali melangkah kubur
Nanti terbangun kepala ayah
Nandek tebengun kepaleu ayah
Mali melangkah kubur
Nanti terbangun kepala ayah
Manusia
adalah salah satu makhluk ciptaan Tuhan (Allah) yang paling tinggi derajadnya.
Ketinggian derajad itu ditandai oleh akal yang dimilikinya. Dengan akalnya
itulah manusia menumbuh-kembangkan kebudayaan yang berfungsi sebagai acuan
untuk menghadapi lingkungannya dalam arti luas. Dalam berinteraksi dengan
sesamanya misalnya, dalam hal ini satu dengan lainnya, tidak hanya
saling-menghormati ketika seorang manusia masih hidup di dunia. Ketika
seseorang mati pun masih dihormatinya. Hal itu tercermin dari ungkapan yang
mengkaitkan antara kuburan dan ayah. Ayah, sebagaimana kita tahu, bagi seorang
anak adalah “segalanya”. Ia tidak hanya sebagai “pengukir”, tetapi juga sebagai
pengarah dan pembimbing yang sejati. Melangkahi kubur dapat diartikan sebagai
tidak menghormati kepada orang tuanya (ayahnya). Dengan demikian, nilai yang
terkandung dalam ungkapan ini adalah nilai kemanusiaan.
Mali
maki ughang lah mati
Nandek lah mati kenak sikseu
Mali memaki orang yang sudah mati
Nanti sudah mati kena siksa
Nandek lah mati kenak sikseu
Mali memaki orang yang sudah mati
Nanti sudah mati kena siksa
Mati artinya menjalani kehidupan lain (akhirat). Agar yang
mati dapat mempertanggungjawabkan tentang apa yang dilakukan pada waktu masih
hidup (di dunia), maka pesan yang terdapat dalam ungkapan ini adalah semestinya
tidak perlu diperbincangkan keburukannya (dimaki) karena hal itu hanya akan
menyiksa si mati itu sendiri. Dan, sebagai orang yang beriman tentunya tidak
melakukannya. Ungkapan ini, dengan demikian, mengandung nilai keihklasan.
Mali
nyikseu kuceng
Nandek maghah Nabi
Mali menyiksa kucing
Nanti marah Nabi
Nandek maghah Nabi
Mali menyiksa kucing
Nanti marah Nabi
Kucing,
sebagaimana halnya manusia, adalah makluk ciptaan Tuhan. Sebagai sesama makluk
tentunya harus saling menghargai. Apalagi, kucing sebagaimana kita tahu, adalah
binatang kesayangan Nabi Muhammad S.A.W. Menyiksa kucing, dengan demikian dapat
diartikan sebagai tidak menghargai sesama makluk hidup dan sekaligus tidak
menghormati junjungan kita Nabi Muhammad S.A.W. Jadi, ungkapan ini mempunyai
pesan jangan semena-mena terhadap sesama makluk hidup. Ungkapan ini, dengan
demikian, mengandung nilai penghormatan, baik kepada sesama makluk hidup maupun
junjungan kita Nabi Besar Muhammad S.A.W.
Mali
kemeh ngadep kiblet
Nandek benggak butoh
Mali kencing menghadap kiblat
Nanti bengkak kemaluan laki-laki
Nandek benggak butoh
Mali kencing menghadap kiblat
Nanti bengkak kemaluan laki-laki
Kiblat
adalah arah yang dituju bagi para muslim untuk bersembahyang. Ini artinya, arah
ini sakral. Sehubungan dengan itu, pesan yang ingin disampaikan melalui
ungkapan ini adalah sebagai arah yang sakral tentunya tidak pantas untuk
dikotori (dikencingi). Dengan demikian, ungkapan ini mengandung nilai
kesakralan atau penghormatan terhadap sesuatu yang sakral.
Mali
nyipak Al Quran
Nandek tulah
Mali menyepak Al Quran
Nanti bengkak/kembung perut
Nandek tulah
Mali menyepak Al Quran
Nanti bengkak/kembung perut
Al Quran
adalah kitab suci orang Islam. Sebagai sesuatu yang suci tentunya harus
diperlakukan sebagaimana mestinya dan bukan disepak. Sehubungan dengan itu,
pesan yang ingin disampaikan dalam ungkapan ini adalah menyepaknya berarti sama
saja tidak menghormati kitab suci dan sekaligus orang Islam. Sehubungan dengan
itu, maka ungkapan ini mengandung nilai penghormatan terhadap kitab suci dan
sekaligus pemiliknya.
Mali duduk melekang lawang
Nandek tulak lih andu
Mali duduk membelakangi pintu
Nanti ditolak oleh hantu
Nandek tulak lih andu
Mali duduk membelakangi pintu
Nanti ditolak oleh hantu
Pintu adalah jalan
untuk keluar-masuk orang. Duduk membelakangi pintu, selain dapat terjatuh (jika
ada yang membukanya dari dalam), yang tidak kalah pentingnya adalah menghalangi
orang yang akan keluar-masuk. Oleh karena itu, duduk membelakangi pintu tidak
diperbolehkan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini keterbukaan.
Mali makan jeuh
deghi duleng
Nandek landuk susu bini
Mali makan jauh dari dulang (talam)
Nanti panjang ke bawah susu bini
Nandek landuk susu bini
Mali makan jauh dari dulang (talam)
Nanti panjang ke bawah susu bini
Makan jauh dari
talam dapat menyebabkan nasi dan atau lauk-pauknya tercecer, sehingga terkesan
berantakan. Makan dengan cara seperti dianggap tidak sopan. Oleh karena itu,
makan jauh dari talam tidak diperbolehkan. Nilai yang terdapat dalam ungkapan
ini, dengan demikian, adalah kesopansantunan dan atau kerapihan.
Mali mesok
tangan delem pinggen
Nandek benyek utang
Mali membasuk tangan dalam pinggan
Nanti banyak hutang
Nandek benyek utang
Mali membasuk tangan dalam pinggan
Nanti banyak hutang
Pinggan adalah
tempat untuk menaruh sayur dan bukan untuk mencuci tangan. Oleh karena itu,
mencuci tangan dalam pinggan tidak diperbolehkan. Nilai yang terkandung di
dalam ungkapan ini adalah ketertiban (menempatkan sesuatu sesuai dengan
tempatnya).
Mali besiol
delem ghumah
Nandek naek ula
Mali bersiul dalam rumah
Nanti naik ular
Nandek naek ula
Mali bersiul dalam rumah
Nanti naik ular
Rumah identik
dengan kedamaian dan ketenteraman. Sementara siulan dapat mengusiknya. Oleh
karena itu, bersiul di dalam rumah tidak diperbolehkan. Nilai yang terkandung
dalam ungkapan ini adalah tempat ketenteraman.
Mali mecot
ughang dengan sapu
Nandek sia
Mali melecut orang dengan sapu
Nanti sial
Nandek sia
Mali melecut orang dengan sapu
Nanti sial
Sapu fungsinya
adalah untuk membersihkan rumah dan atau halaman. Jadi, bukan untuk melecut
orang. Oleh karena itu, melecut orang dengan sapu tidak diperbolehkan. Nilai
yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketertiban (menempatkan atau
menggunakan sesuatu sesuai dengan tempat atau fungsinya).
Ada genting menanti putus,
ada retak menanti pecah, ada biang menanti tebuk
(Ada genteng menanti
putus, ada retak menanti pecah, ada biang menanti tebuk)
Segala sesuatu yang akan terjadi diawali dengan berbagai
tanda. Agar segala sesuatu yang akan terjadi atau terjadi tidak menimbulkan
hal-hal yang diinginkan (merugikan dan atau menyengsarakan), maka perlu adanga
sikap kehati-hatian. Dan, sesuatu yang bisa saja terjadi yang pada gilirannya
bisa merugikan atau menyengsarakan, digambarkan dengan genteng yang retak dan
biang akan tebuk. Ini artinya sebuah peringatan agar seseorang harus hati-hati.
Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam seloka ini adalah nilai
kehati-hatian.
Bajalan
sampai kebateh, belajar sampai kepulau
Setiap orang mempunyai cita-cita. Ada yang sederhana dan
ada pula yang setinggi langit. Jika apa yang dicita-citakan oleh seseorang
tercapai, maka ketercapaian cita-cita itu diungkapkan sebagai “Bajalan sampai
kebateh, belajar sampai kepulau”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini,
dengan demikian, adalah keberhasilan.
Bak
dalam dengan ketitir, angguk seangguk segayo tidak
Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam
bermasyarakat. Jika dalam suatu perbincangan terdapat orang berbeda pendapat,
maka orang yang bersangkutan disebut sebagai “bak dalam dengan ketitir, angguk
seangguk segayo tidak”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan, dengan demikian,
adalah keberagaman.
Bak
kerakap tumbuh dibatu, hidup segan matipun tak mau
Setiap orang menginginkan hidup yang sejahtera. Namun
demikian, ada kalanya kehidupan yang diinginkan itu jauh dari kenyataannya,
walaupun berbagai usaha telah dilakukannya. Jika hal seperti itu menimpa
seseorang, maka orang yang bersangkutan dinungkapkan bak kerakap tumbuh dibatu,
hidup segan matipun tak mau. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah
kepasrahan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Peribahasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar