Resty Anindita Fitriani
100512730
1.
Pemerolehan
Bahasa Pertama
Istilah pemerolehan
dipakai untuk padanan istilah Inggris aquisition, yakni, proses
penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia
belajar bahasa ibunya. Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan
bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah
memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah
pada fungsi komunikasi dari pada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak
dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian
kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata
yang lebih rumit ( http://rambyong17.wordpress.com).
Bahasa merupakan alat verbal yang
digunakan untuk berkomunikasi. Proses bahasa dikendalikan oleh otak yang
merupakan alat pengatur dan pengendali gerak semua aktivitas. Pada otak manusia
ada bagian-bagian yang sifatnya manusiawi, sedangkan pada otak mahluk lain
(hewan) tidak terdapat bagian-bagian tersebut sehingga hewan-hewan tidak
dapat berbicara atau berbahasa. Jadi bahasa hanya dapat diaplikasikan oleh
manusia. Proses berbahasa pada manusia dimulai sejak masa kanak-kanak. Proses
anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannnya secara verbal disebut
sebagai pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak
yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh bahasa pertama.
Sebelum lebih lanjut, ada baiknya kita
ketahui apa pemerolehan bahasa itu. Menurut Kiparsky yang dikutip Tarigan dalam
buku (Yudibrata, dkk, 1997:58) bahwa pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah suatu proses yang digunakan oleh
kanak-kanak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang semakin bertambah
rumit ataupun teori-teori yan masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin
sekali terjadi dengan ucapan-ucapan orang tuanya sampai dirinya dapat memilih
berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian tata bahasa yang paling baik
dan paling sederhana dari bahasa tersebut.
Menurut Chaer dalam situs (http://sitiirmi.blogspot.com)
pemerolehan
bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia
memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibundanya. Pemerolehan bahasa biasanya
dibezakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua. Sedangkan menurut Simanjuntak masih dalam situs yang sama, mengatakan
bahwa pemerolehan bahasa ialah proses yang berlaku dalam otak kanak-kanak
sewaktu memperoleh dan menguasai bahasa ibundanya secara semula jadi.
Pemerolehan bahasa yang berlaku pada semua kanak-kanak adalah secara menyeluruh
dan secara spontan serta tidak memerlukan arahan secara menyeluruh dan secara
spontan serta tidak mempunyai arahan secara sedar ataupun peneguhan daripada
orang dewasa.
Dalam situs (http://nabsiahsulaiman.blogspot.com) menyebutkan bahwa
pemerolehan bahasa atau penguasaan bahasa adalah proses yang berlaku di dalam
otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa
pertama sangat erat hubungannya dengan perkembangan perkembangan kognitif yakni
pertama, jika anak dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang mendasar pada tata
bahasa yang rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah
menguasai bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus
memperoleh katagori-katagori kognitif yang mendasari berbagai makna ekspresif
bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kualitas, dan
sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap pengusaan bahasa lebih
banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua dari pada dalam dalam pemerolehan
bahasa pertama.
2.
Proses Pemerolehan Bahasa
Chomsky dalam situs (http://kebaikanuntuksemua.blogspot.com) menyebutkan bahwa ada dua proses
yang terjadi ketika kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang
dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performasi. Kedua
proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis dan semantic). Secara
tidak disadari kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki
performasi dalam berbahasa. Performasi adalah kemampuan anak menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Performasi terdiri dari dua proses, yaitu proses
pemahaman dan proses proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman
melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat. Proses
pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang
didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat
sendiri (Chaer, 2009).
Bahasa pertama diperoleh dalam beberapa tahap dan setiap
tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut
para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam
berbagai bahasa di dunia.
3. Tahap-Tahap Pemerolehan Bahasa Pertama
Dalam situs (http://kebaikanuntuksemua.blogspot.com) tahap-tahap linguistic pemerolehan
bahasa terdiri atas beberapa tahap, yaitu : (1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
a. Tahap
Pengocehan
Pada umur sekitar enam minggu, bayi mulai mengeluarkan
bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan, rengekan, dengkur. Bunyi yang dikeluarkan
oleh bunyi mirif dengan bunyi konsonan atau vocal. Akan tetapi,
bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena belum terdengar
jelas. Sebagaian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini
adalah bunyi-bunyi bahasa/dekur/vokalisasi bahasa/ tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai
mengoceh (babling). Celotehan merupakan ujaran yang memiliki suku kata
tunggal seperti mu dan da. Adapun umur bayi mengoceh tidak dapat
ditentukan. Beberapa ahli menyatakan bahwa tahap celotehan terjadi pada usia
enam sampai sepuluh bulan. Kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak.
Celotehan dimulai dengan konsonan
dan diikuti dengan vocal ( K-V), contohnya papapapa mamamama babababa…, orang
tua mengaitkan kata papa sama dengan ayah dan mama sama
dengan ibu meskipun apa yang ada dibenak bayi tidaklah diketahui. Tidak
mustahil celotehan itu hanyalah sekedar artikulatori belaka.
b.
Tahap
Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak
berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang mengandung kata-kata tunggal
diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Sang
anak sudah mengerti bahawa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai
mengucapkan kata-kata pertamanya. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap
satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang
diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap diucapkan anak itu
merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (saya minta makan); “pa”
(saya mau papa ada disini), “ma” (saya mau mama ada disini).
c.
Tahap
Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika
anakberusia 18-20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata mulai muncul
seperti mama mam dan papa ikut. Pada tahap ini pula anak sudah
mulai berfikir secara “subjek + predikat” meskipun kata ganti orang dan jamak
belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri
atas kata benda + kata benda, seperti “Desi mainan” yang berarti “desi sedang
bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang
artinya “sepatu ini kotor”
d.
Tahap
Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai
menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut
juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan
bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai
berates-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa
orang dewasa. Contoh dalam tahap ini diberikan oleh Fromkin dan Rodman.
“cat stand up table” (kucing
berdiri di atas meja);
“No
sit here” (Jangan duduk disini!).
Fromkin dan Rodman dalam safriadi (dalam situs http://kebaikanuntuksemua.blogspot.com) menyebutkan hasil peniruan yang
dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang
dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk menyebutkan “He’s going out”,
si anak akan melafalkan dengan “He go out”.
4.
Teori-teori tentang pemerolehan bahasa pertama
a.
Teori Behaviorirme
Teori behaviorisme menyoroti
aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara
rangsangan (stimulus) dan reaksi (response ). Perilaku bahasa
yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini
akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian,
anak belajar bahasa pertamanya.
Dalam
buku Faizah (2008: 24) dijelaskan menurut pandangan kaum behavioristik, tidak
ada struktur linguistik yang dibawa anak sejak lahir. Anak yang lahir dianggap
kosong dari bahasa. Mereka berpendapat bahwa anak yang lahr tidak membawa
kapasitas atau potensi bahasa, lingkungannyalah yang akan membentuk
perlahan-lahan dikondisikan oleh lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah
lakunya. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa diperoleh melalui pengalaman
dan proses belajar. Pengalaman dan proses belajarlah yang akan membentuk
akuisisi bahasanya.
b.
Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme.
Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin
dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa
asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik),
setiap bahasa memiliki perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang
universal), dan lingkungan yang memiliki peran kecil di dalam proses pematangan
bahasa. Kedua, bahasa dapat dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat.
Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi
penguasaan tata bahasa yang rumit dari orandg dewasa.Menurut aliran ini, bahasa
adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam
waktu yang singkat melaui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap
manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa
(Language Acquisition Device, disingkat LAD). Neil (Tarigan, 1998:239)
mempunyai 4 ciri utama, yaitu (1) kemampuan untuk membedakan bunyi-bunyi yang
lain; (2) kemampuan mengorganisasikan peristiwa-peristiwa linguistik ke dalam
berbagai kelas; (3) pengetahuan mengenal jenis sistem linguistik tertentu
sajalah yang mungkin mengungkapkan hal itu, sedangkan yang lain-lainnya tidak;
(4) kemampuan memanfaatkan secara konstan evaluasi untuk membangun sistem yang
mungkin paling sederhana dari data yang ditemukan. Mengenai bahasa apa yang
akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat
sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika
sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
c.
Teori Kognitivisme
Menurut teori kognitivisme, yang paling
utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat
keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa
dianggap belum ada. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada
akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat
permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda
yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata
awal yang diucapkan anak.
Pendekatan kognivistik yang dipelopori oleh
Louis Bloom (http://rambyong17.wordpress.com) memandang bahwa pemerolehan
bahasa anak-anak harus dilihat dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi.
Itulah sebabnya penganut aliran ini membantah bahwa kalimat dua kata (pivot
grammar) yang dikemukakan kaum mentalis, mungkin saja mengandung tafsiran
yang lebih dari satu, karena menurut pandangan kognitivistik anak-anak bukan
belajar struktur luar (surface structure ) tetapi mempelajari struktur
dalam (deep structure) dari bahasa itu.
D. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan
adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki
pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada
masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis.
Teori fungsional yang mengemukakan bahwa
terdapat tiga perkembangan bahasa pada anak yang dituturkannya dengan
konstruksi negasi, konstruksi pertanyaan, dan konstruksi verba “to be” dalam
bahasa Inggris, sedangkan teori tentang semantik menggunakan teori fungsional
yang mengaitkan pemaknaan ucapan anak dengan situasi waktu itu. Teori sistem
semantik yang menyangkut pemerolehan pada ciri-ciri individual anak secara
semesta, dan teori konseptual yang menyatakan bahwa ucapan-ucapan yang
dihasilkan anak-anak sebagian didesak oleh berbagai hal yang mereka pikirkan
mengenai hal itu.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Faizah,
Hasnah. 2008. Psikolinguistik.
Pekanbaru : Cendikia Insani.
Yudibrata,
Karna. Dkk.1997. Psikolinguistik.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bagian Proyek Penataran Guru
SLTP Setara D-III.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar