BAB II
PEMBAHASAN
1.1
Perubahan Makna
Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami
perubahan makna. Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi, rentang
masa penggunaan, jarak, dan lain-lain. Banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Abdul Chaer
dalam Prawirasumantri, dkk (1997) menjelaskan bahwa faktor penyebab perubahan
makna tersebut antara lain disebabkan oleh perkembangan dalam bidang ilmu dan
teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya
asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan, dan pengembangan istilah.
1.1.1. Perkembangan dalam Bidang Ilmu dan Teknologi
Perubahan sebuah makna kata dapat disebabkan oleh
perkembangan bidang ilmu dan kemajuan teknologi. Sebuah kata yang asalnya
mengandung konsep makna mengenal sesuatu yang sederhana tetap digunakan
walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dalam
perkembangan teknologi.
Sebagai akibat
perkembangan bidang keilmuan, kata sastra
yang pada awalnya bermakna “tulisan”, lalu berubah menjadi bermakna “bacaan”,
kemudian berubah lagi menjadi bermakna “buku yang baik isi dan bahasanya”.
Selanjutnya, berkembang lagi menjadi “karya bahasa yang bersifat imajinatif dan
kreatif”.
Kemudian kata berlayar yang pada awalnya bermakna
perjalanan di laut (air) dengan mengunakan perahu atau kapal yang digerakkan
dengan tenaga layar sebagai akibat perkembangan teknologi kini berubah makna
menjadi sebuah tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan
kapal bertenaga mesin, bahkan juga tenaga nuklir.
Kemudian
contoh lain yaitu kata manuskrip yang
pada mulanya berarti tulisan tangan sekarang kata tersebut digunakan untuk
menyebut naskah yang akan dicetak walaupun tidak ada lagi naskah yang ditulis
tangan karena sudah ada mesin tulis.
1.1.2. Perkembangan Sosial Budaya
Perubahan makna dapat pula disebabkan oleh perkembangan
dalam bidang sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini hampir sama dengan apa yang
terjadi akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi. Bentuk katanya
tetap sama, tetapi makna yang dikandungnya sudah berubah.
Contohnya pada kata sarjana,
dahulu dalam bahasa jawa kuno berarti orang pandai atau cendikiawan. Sekarang
kata sarjana bermakna orang yang
sudah lulus dari perguruan tinggi. Kemudian kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandung,
sekarang digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap
sederajat atau berstatus sosial sama.
Selain kata saudara
hampir semua kata atau istilah kekerabatan seperti bapak, ibu, adik, kakak dan nenek
telah digunakan sebagai kata sapaan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang
pantas disebut adik atau kakak.
1.1.3. Perbedaan Bidang Pemakaian
Menurut Chaer (2007) setiap bidang kegiatan atau keilmuan
biasanya mempunyai sejumlah kosakata yang berkenaan dengan bidangnya itu.
Setiap bidang kehidupan juga memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal
dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Contohnya dalam
bidang pertanian dikenal kata-kata membajak, menggarap, benih, menuai, pupuk, panen, dan hama. Dalam
bidang pelayaran ada kata-kata haluan,
berlayar, nahkoda, pelabuhan, dan juru mudi. Kemudian dalam bidang agama
islam dikenal kata-kata zakat, adzan, halal, haram, subuh, isya, iman, imam, puasa, shalat, mengaji dan ustadz.
Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang
tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat diambil dari
bidangnya dan digunakan dalam bidang lain dan menjadi kosa kata umum. Oleh
sebab itu, kata-kata tersebut menjadi makna baru atau makna lain di samping
makna asalnya.
Contohnnya kata menggarap
yang berasal dari bidang pertanian, seperti menggarap
sawah, tanah garapan, petani penggarap sekarang banyak
digunakan dalam bidang lain dengan makna mengerjakan seperti tampak dalam frasa
menggarap skripsi, menggarap buku bahan ajar, dan menggarap lagu. Kemudian kata membajak, yang berasal dari bidang
pertanian juga sudah biasa kini digunakan dalam bidang lain dengan makna
“mencari keuntungan yang besar secara tidak benar”, seperti dalam frasa membajak lagu, membajak buku, membajak
pesawat terbang.
Dari contoh-contoh di atas jelaslah bahwa kata-kata itu
digunakan dalam bidang lain, maka kata-kata itu mempunyai arti lain yang tidak
sama dengan arti dalam bidang atau lingkungan aslinya. Tetapi makna baru kata-kata
tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli yang digunakan dalam bidang
aslinya.
1.1.4. Adanya asosiasi
Perubahan makna dapat terjadi karena adanya perubaha sifat.
Makna baru yang muncul berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan
dengan kata tersebut. Yang dimaksud dengan adanya asosiasi di sini adalah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu
yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu. Misalnya kata amplop yang berasal dari bidang
administrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam
amplop itu selain biasa dimasukkan surat, dapat juga dimasukkan benda lain,
misalnya uang.
Asosiasi antara amplop
dengan uang berkenaan dengan wadah. Yang disebut wadahnya yaitu amplop. Tetapi yang dimaksud isinya
yaitu uang. Asosiasi yang lain yaitu asosiasi yang berkenaan dengan tempat.
Yang disebut nama tempat, tetapi yang dimaksud hal lain yang berkenaan dengan
tempat itu. Misalnya peristiwa Madiun, tentu saja yang dimaksud adalah
peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1984 di
Madiun. Jika guru-guru di Jakarta ke Senayan, tentu maksudnya adalah akan ke kantor Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan karena kantor tersebut terletak di Senayan.
1.1.5. Pertukaran Tanggapan Indera
Menurut Prawirasumantri (1997) alat indera sudah mempunyai
tugas masing-masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini.
Contohnya rasa panas, dingin dan sejuk harus ditanggap oleh alat indera perasa
pada kulit. Akan tetapi, dalam penggunaan bahasa Indonesia banyak terjadi kasus
pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan yang lain. Misalnya rasa
pedas yang seharusnya ditanggap engan alat indera perasa pada lidah bertukar
menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran “kata-katanya
cukup pedas”.
Perubahan makna yang disebabkan oleh pertukaran tanggapan
indera disebut dengan istilah sinestesia. Istilah inni berasal dari bahasa
yunani Sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘nampak’.
Kemudian Chaer (2007) mengatakan bahwa dalam perkembangan
pemakaian bahasa banyak terjadi pertukaran pemakaian alat indera untuk
menangkap gejala yang terjadi di sekitar manusia itu. Misalnya, kata manis yang
seharusnya diranggap dengan alat perasa lidah menjadi ditanggap dengan alat
indera mata, seperti dalam ujara ‘bentuknya sangat manis’.
1.1.6. Perbedaan Tanggapan
Setiap unsur leksikal secara sinkronis telah mempunyai
makna leksikal yang tetap. Namun, karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma
kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang memiliki nilai rasa rendah
atau kurang menyenangkan, di samping ada juga yang memliki nilai rasa yang
tinggi atau yang mengenakkan.
Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah biasa
disebut peyoratif, sedangkan yangnilainya naik menjadi tinggi disebut
amelioratif. Kata bini, beranak, laki-laki, dan tuli
sekarang dianggap peyoratif. Sedangkan kata isteri,
melahirkan, pria, dan tunarungu
sekarang dianggap amelioratif.
Nilai rasa peyoratif dan amelioratif sebuah kata tidak
bersifat tetap. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis.
Secara diakronis keungkinan dapat berubah. Contoh kata jamban dulu dianggap peyoratif. Oleh karena itu, banyak orang tidak
mau menggunakannya dan menggantinya dengan kakus
atau WC. Akan tetapi, dewasa ini kata
jamban telah kehilangan sifat
peyoratifnya karena pmerintah DKI secara resmi menggunakan kata itu sebagai
istilah baku dalam frasa jamban keluarga.
1.1.7. Pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaakan kosa
kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru, baik dengan
menyempitkan, meluaskan, maupun member arti baru sama sekali. Misalnya, kata papan yang semua bermakna ‘lempengan
kayu (besi, dan sebagainya) tipis’, sekrang diangkat menjadi istilah untuk
makna ‘perumahan’. Kata sandang yang
asalnya bermakna ‘selendang’, sekarang diangkat menjadi istilah untuk makna
‘pakaian’. Kata teras yang semula
bermakna ‘inti kayu’ atau ‘saripati kayu’ sekarang diangkat menjadi unsur
pembentukan istilah untuk makna ‘utama’ atau ‘pimpinan’.
1.2
Jenis -Jenis Perubahan Makna
Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat
mengalami perubahan. Perubahan itu dapat dilihat dari berbagai jenis. Di
antaranya berbagai jenis peristiwa perubahan makna itu yang penting adalah
perubahan makna meluas, menyempit, amelioratif, peyoratif, perubahan total,
penghalusan (eufemia), pengasaran (disfemia), asosiasi, dan sinestesia.
2.2.1. Meluas
Yang dimaksud dengan
perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem
yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai
faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya kata berlayar dulu dipakai dengan pengertian bergerak (perjalanan) di
lau dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar,
sekarang bermakna sebuah tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan
menggunakan kapal bertenaga mesin bahkan juga tenaga nuklir.
Begitu juga dengan kata saudara yang pada mulanya bermakna
seperut atau sekandung, sekarang berkembbang maknanya menjadi siapa saja yang
sepertalian darah. Bahkan semua orang yang sama derajatnya disebut saudara.
Demikian pula halnya dengan kata putera-puteri
dahulu hanya dipakai untuk anak-anak raja, sekarang semua anak laki-laki dan
wanita disebut putra dan puteri. Selain itu masih banyak lagi contoh-conto
lain.
Proses
perubahan makna dapat terjad dalam waktu yang relatif singkat, tetapi juga
dapat dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan
adalah bahwa makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan itu masih
berada dalam lingkup poliseminya. Jadi, makna-makna itu masih ada hubungannya
dengan makna-makna asalnya.
2.2.2.
Menyempit
Yang dimaksud dengan
perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada
mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah terbatas hanya pada
sebuah makna saja. Atau dengan kata lain cakupan makna yang dulu lebih luas
daripada makna sekarang. Kata sarjana
dulu dipakai untuk menyebut semua orang cendikiawan atau orang pandai, sekarang
hanya berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi (universitas). Betapa pun
pandainya seseorang kalau bukan lulusan perguruan tinggi tidak dapat disebut
sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya prestasi seseorang apabila sudah
lulus perguruan tinggi disebut sarjana.
Contoh lain adalah kata pembantu dulu dipakai untuk semua orang
yang memberi bantuan, sekarang hanya digunakan untuk pembantu rumah tangga
(babu). Kata pendeta dulu dipakai
untuk menyebut semua orang yang berilmmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru
agama Kristen. Kata ahli pada mulanya
berarti yang termasuk dalam satu golongan atau keluarga seperti dalam frasa ahli waris yang berarti orang yang termasuk dalam satu
kehidupan keluarga. Sekarang sudah menyempit maknanya menjadi orang yang pandai
dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti tampak dalam frasa ahli sejarah,
ahli purbakala, ahli bedah, dan ahli bahasa.
2.2.3.
Amelioratif
Yang dimaksud dengan
perubahan makna amelioratif adalah suatu proses perubahan makna yang pada
mulanya memiliki makna lebih rendah daripada maka sekarang. Atau dengan kata
lain makna baru lebih tinggi atau lebih baik daripada makna dahulu. Misalnya
kata wanita, sekarang maknanya
dirasakan lebih tinggi daripada kata perempuan.
Kata isteri dan nyonya maknanya lebih tinggi daripada kata bini. Kata suami maknanya
lebih tinggi daripada kata laki.
2.2.4. Peyoratif
Peyoratif adalah perubahan
makna yang mengakibatkan sebuah kata atau ungkapan menggambarkan sesuatu yang
kurang baik, kurang enak, kurang menyenangkan, atau kurang bermutu dibandingkan
dengan makna semula (dulu). Dalam peyoratif makna baru dirasakan lebih rendah
nilainya daripada makna yang lama. Misalnya kata tuli mengalami peyorasi dulu tidak dirasakan mengandung makna yang
jelek, sekarang maknanya dirasakan kurang baik, kurang sopan, dan terasa kasar.
Ungkapan kaki tangan dulu dipakai
dalam arti yang baik yaitu ‘pembantu’, sekarang dipakai yang tidak atau kkurang
baik, seperti tampak pada dalam kejahatn atau pembantu pihak yang tidak
disukai, seperti tampak dalam kaki tangan
musuh.
2.2.5.
Perubahan Total
Perubahan total adalah
berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna asalnya. Walaupun makna
yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya denan makna asal, tetapi
sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya kata ceramah pada mulanya berarti ‘erewet’
atau ‘banyak cakap’ tetapi sekarang berarti ‘pidato’ atau ‘uraian mengenai
suatu hal yang disampaikan de depan orang banyak’. Kata seni pada mulanya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing.
Namun sekarang digunakan sepadan dengan kara Belanda kunst atau kata inggris art, yaitu untuk mengartikan karya atau
ciptaan yang bernilai halus.
2.2.6. Penghalusan
Perubahan makna penghalusan
ini adalah gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap
memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada kata-kata yang
digantikannya. Misalnya frasa pembantu
rumah tangga menggantikan kata babu
bahkan sekarang dignti dengan kata pramunawisma.
Kata penjara atau bui diganti dengan kata atau ungkapan
maknyanya dianggap lebih halus yaitu lembaga
kemasyarakatan.
2.2.7. Pengasaran
Pengasaran yaitu usaha untuk
mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang
maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam
situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata
kalah. Kata mencaplok untuk mengganti mengambil
begitu saja. Kata mendekap dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan. Kata menjebloskan dipakai untuk mengganti kata memasukkan.
Namun ada pula kata yang
sebenarnya bernilai kasar, tetapi sengaja digunakan untuk lebih member tekanan
tanpa terasa kekerasannya. Misalnya kata mencuri
dipakai dalam kalimat ‘persib berhasil mencuri satu gol dari Pelita Jaya’.
Padahal sebenarnya perbuatan mencuri adalah suatu tindakan kejahatan yang dapat
diancam dengan hukuman penjara.
2.2.8. Asosiasi
Aosiasi yaitu perubahan makna
yang terjadi karena adanya persamaan sifat sehingga suatu kata atau istilah
dapat dipakai untuk pengertian yang lain. Misalnya kata lintah darat dipakai untuk menyebut orang yang mempunyai sifat
seperti lintah yaitu yang menghisap harta orang lain. Kata biang keladi dipakai untuk menyebut orang yang penyebab atau
pemimpin suatu perbuatan jahat. Kata benalu
digunkan untuk orang yang mempunyai sifat seperti benalu, yaitu selalu ikut
menumpang pada keluarga yang lain secara cuma-cuma.
2.2.9.
Sinestesia
Sinestesia
berasal dari bahasa Yunani sun
artinya ‘sama’ dan aisthetikas
artinya ‘nampak’. Perubahan makna akibat adanya kecendrungan untuk mengubah
tanggapan dengan tujuan untuk menegaskan
maksud disebut sinestesia. Atau dengan kata lain sinestesia adalah pertukaran
tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lainya. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap dengan
alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera
pendengaran seperti tampak pada ujaran kata-katanya
cukup pedas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar