Jumat, 01 Mei 2015

Semantik "Perubahan Makna"



BAB II
PEMBAHASAN


1.1    Perubahan Makna
            Dalam perkembangan penggunaannya, kata sering mengalami perubahan makna. Perubahan tersebut terjadi karena pergeseran konotasi, rentang masa penggunaan, jarak, dan lain-lain. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Abdul Chaer dalam Prawirasumantri, dkk (1997) menjelaskan bahwa faktor penyebab perubahan makna tersebut antara lain disebabkan oleh perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indera, perbedaan tanggapan,  dan pengembangan istilah.
1.1.1. Perkembangan dalam Bidang Ilmu dan Teknologi
          Perubahan sebuah makna kata dapat disebabkan oleh perkembangan bidang ilmu dan kemajuan teknologi. Sebuah kata yang asalnya mengandung konsep makna mengenal sesuatu yang sederhana tetap digunakan walaupun konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dalam perkembangan teknologi.
Sebagai akibat perkembangan bidang keilmuan, kata sastra yang pada awalnya bermakna “tulisan”, lalu berubah menjadi bermakna “bacaan”, kemudian berubah lagi menjadi bermakna “buku yang baik isi dan bahasanya”. Selanjutnya, berkembang lagi menjadi “karya bahasa yang bersifat imajinatif dan kreatif”.
Kemudian kata berlayar yang pada awalnya bermakna perjalanan di laut (air) dengan mengunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar sebagai akibat perkembangan teknologi kini berubah makna menjadi sebuah tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan kapal bertenaga mesin, bahkan juga tenaga nuklir.
Kemudian contoh lain yaitu kata manuskrip yang pada mulanya berarti tulisan tangan sekarang kata tersebut digunakan untuk menyebut naskah yang akan dicetak walaupun tidak ada lagi naskah yang ditulis tangan karena sudah ada mesin tulis.
1.1.2. Perkembangan Sosial Budaya
          Perubahan makna dapat pula disebabkan oleh perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan. Dalam hal ini hampir sama dengan apa yang terjadi akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi. Bentuk katanya tetap sama, tetapi makna yang dikandungnya sudah berubah.
          Contohnya pada kata sarjana, dahulu dalam bahasa jawa kuno berarti orang pandai atau cendikiawan. Sekarang kata sarjana bermakna orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi. Kemudian kata saudara dalam bahasa sansekerta bermakna seperut atau satu kandung, sekarang digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial sama.
          Selain kata saudara hampir semua kata atau istilah kekerabatan seperti bapak, ibu, adik, kakak dan nenek telah digunakan sebagai kata sapaan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang pantas disebut adik atau kakak.
1.1.3. Perbedaan Bidang Pemakaian
          Menurut Chaer (2007) setiap bidang kegiatan atau keilmuan biasanya mempunyai sejumlah kosakata yang berkenaan dengan bidangnya itu. Setiap bidang kehidupan juga memiliki kosakata tersendiri yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Contohnya dalam bidang pertanian dikenal kata-kata membajak, menggarap, benih, menuai, pupuk, panen, dan hama. Dalam bidang pelayaran ada kata-kata haluan, berlayar, nahkoda, pelabuhan, dan juru mudi. Kemudian dalam bidang agama islam dikenal kata-kata zakat, adzan, halal, haram, subuh, isya, iman, imam,  puasa, shalat,  mengaji dan ustadz.
          Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat diambil dari bidangnya dan digunakan dalam bidang lain dan menjadi kosa kata umum. Oleh sebab itu, kata-kata tersebut menjadi makna baru atau makna lain di samping makna asalnya.
          Contohnnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian, seperti menggarap sawah, tanah garapan, petani penggarap sekarang banyak digunakan dalam bidang lain dengan makna mengerjakan seperti tampak dalam frasa menggarap skripsi, menggarap buku bahan ajar, dan menggarap lagu. Kemudian kata membajak, yang berasal dari bidang pertanian juga sudah biasa kini digunakan dalam bidang lain dengan makna “mencari keuntungan yang besar secara tidak benar”, seperti dalam frasa membajak lagu, membajak buku, membajak pesawat terbang.
          Dari contoh-contoh di atas jelaslah bahwa kata-kata itu digunakan dalam bidang lain, maka kata-kata itu mempunyai arti lain yang tidak sama dengan arti dalam bidang atau lingkungan aslinya. Tetapi makna baru kata-kata tersebut masih ada kaitannya dengan makna asli yang digunakan dalam bidang aslinya.
1.1.4. Adanya asosiasi
          Perubahan makna dapat terjadi karena adanya perubaha sifat. Makna baru yang muncul berkaitan dengan hal atau peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut. Yang dimaksud dengan adanya asosiasi di sini adalah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu. Misalnya kata amplop yang berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa dimasukkan surat, dapat juga dimasukkan benda lain, misalnya uang.
          Asosiasi antara amplop dengan uang berkenaan dengan wadah. Yang disebut wadahnya yaitu amplop. Tetapi yang dimaksud isinya yaitu uang. Asosiasi yang lain yaitu asosiasi yang berkenaan dengan tempat. Yang disebut nama tempat, tetapi yang dimaksud hal lain yang berkenaan dengan tempat itu. Misalnya peristiwa Madiun, tentu saja yang dimaksud adalah peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1984 di Madiun. Jika guru-guru di Jakarta ke Senayan, tentu maksudnya adalah  akan ke kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan karena kantor tersebut terletak di Senayan.      
1.1.5. Pertukaran Tanggapan Indera
          Menurut Prawirasumantri (1997) alat indera sudah mempunyai tugas masing-masing untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia ini. Contohnya rasa panas, dingin dan sejuk harus ditanggap oleh alat indera perasa pada kulit. Akan tetapi, dalam penggunaan bahasa Indonesia banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan yang lain. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap engan alat indera perasa pada lidah bertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujaran “kata-katanya cukup pedas”.
          Perubahan makna yang disebabkan oleh pertukaran tanggapan indera disebut dengan istilah sinestesia. Istilah inni berasal dari bahasa yunani Sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘nampak’.
          Kemudian Chaer (2007) mengatakan bahwa dalam perkembangan pemakaian bahasa banyak terjadi pertukaran pemakaian alat indera untuk menangkap gejala yang terjadi di sekitar manusia itu. Misalnya, kata manis yang seharusnya diranggap dengan alat perasa lidah menjadi ditanggap dengan alat indera mata, seperti dalam ujara ‘bentuknya sangat manis’.        
1.1.6. Perbedaan Tanggapan
          Setiap unsur leksikal secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun, karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang memiliki nilai rasa rendah atau kurang menyenangkan, di samping ada juga yang memliki nilai rasa yang tinggi atau yang mengenakkan.
          Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah biasa disebut peyoratif, sedangkan yangnilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini, beranak, laki-laki, dan tuli sekarang dianggap peyoratif. Sedangkan kata isteri, melahirkan, pria, dan tunarungu sekarang dianggap amelioratif.
          Nilai rasa peyoratif dan amelioratif sebuah kata tidak bersifat tetap. Nilai rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis keungkinan dapat berubah. Contoh kata jamban dulu dianggap peyoratif. Oleh karena itu, banyak orang tidak mau menggunakannya dan menggantinya dengan kakus atau WC. Akan tetapi, dewasa ini kata jamban telah kehilangan sifat peyoratifnya karena pmerintah DKI secara resmi menggunakan kata itu sebagai istilah baku dalam frasa jamban keluarga.
1.1.7. Pengembangan istilah
          Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaakan kosa kata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan member makna baru, baik dengan menyempitkan, meluaskan, maupun member arti baru sama sekali. Misalnya, kata papan yang semua bermakna ‘lempengan kayu (besi, dan sebagainya) tipis’, sekrang diangkat menjadi istilah untuk makna ‘perumahan’. Kata sandang yang asalnya bermakna ‘selendang’, sekarang diangkat menjadi istilah untuk makna ‘pakaian’. Kata teras yang semula bermakna ‘inti kayu’ atau ‘saripati kayu’ sekarang diangkat menjadi unsur pembentukan istilah untuk makna ‘utama’ atau ‘pimpinan’.
1.2    Jenis -Jenis Perubahan Makna
            Dalam pertumbuhan bahasa, makna suatu kata dapat mengalami perubahan. Perubahan itu dapat dilihat dari berbagai jenis. Di antaranya berbagai jenis peristiwa perubahan makna itu yang penting adalah perubahan makna meluas, menyempit, amelioratif, peyoratif, perubahan total, penghalusan (eufemia), pengasaran (disfemia), asosiasi, dan sinestesia.

2.2.1. Meluas
                   Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contohnya kata berlayar dulu dipakai dengan pengertian bergerak (perjalanan) di lau dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar, sekarang bermakna sebuah tindakan mengarungi lautan atau perairan dengan menggunakan kapal bertenaga mesin bahkan juga tenaga nuklir.
                   Begitu juga dengan kata saudara yang pada mulanya bermakna seperut atau sekandung, sekarang berkembbang maknanya menjadi siapa saja yang sepertalian darah. Bahkan semua orang yang sama derajatnya disebut saudara. Demikian pula halnya dengan kata putera-puteri dahulu hanya dipakai untuk anak-anak raja, sekarang semua anak laki-laki dan wanita disebut putra dan puteri. Selain itu masih banyak lagi contoh-conto lain.
                    Proses perubahan makna dapat terjad dalam waktu yang relatif singkat, tetapi juga dapat dalam jangka waktu yang panjang. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah bahwa makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan itu masih berada dalam lingkup poliseminya. Jadi, makna-makna itu masih ada hubungannya dengan makna-makna asalnya.
2.2.2. Menyempit
                   Yang dimaksud dengan perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah terbatas hanya pada sebuah makna saja. Atau dengan kata lain cakupan makna yang dulu lebih luas daripada makna sekarang. Kata sarjana dulu dipakai untuk menyebut semua orang cendikiawan atau orang pandai, sekarang hanya berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi (universitas). Betapa pun pandainya seseorang kalau bukan lulusan perguruan tinggi tidak dapat disebut sarjana. Sebaliknya, betapa pun rendahnya prestasi seseorang apabila sudah lulus perguruan tinggi disebut sarjana.
                   Contoh lain adalah kata pembantu dulu dipakai untuk semua orang yang memberi bantuan, sekarang hanya digunakan untuk pembantu rumah tangga (babu). Kata pendeta dulu dipakai untuk menyebut semua orang yang berilmmu, sekarang dipakai untuk menyebut guru agama Kristen. Kata ahli pada mulanya berarti yang termasuk dalam satu golongan atau keluarga seperti dalam frasa ahli waris  yang berarti orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga. Sekarang sudah menyempit maknanya menjadi orang yang pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti tampak dalam frasa ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedah, dan ahli bahasa.
2.2.3. Amelioratif
                   Yang dimaksud dengan perubahan makna amelioratif adalah suatu proses perubahan makna yang pada mulanya memiliki makna lebih rendah daripada maka sekarang. Atau dengan kata lain makna baru lebih tinggi atau lebih baik daripada makna dahulu. Misalnya kata wanita, sekarang maknanya dirasakan lebih tinggi daripada kata perempuan. Kata isteri dan nyonya maknanya lebih tinggi daripada kata bini. Kata suami maknanya lebih tinggi daripada kata laki.        
2.2.4. Peyoratif
                   Peyoratif adalah perubahan makna yang mengakibatkan sebuah kata atau ungkapan menggambarkan sesuatu yang kurang baik, kurang enak, kurang menyenangkan, atau kurang bermutu dibandingkan dengan makna semula (dulu). Dalam peyoratif makna baru dirasakan lebih rendah nilainya daripada makna yang lama. Misalnya kata tuli mengalami peyorasi dulu tidak dirasakan mengandung makna yang jelek, sekarang maknanya dirasakan kurang baik, kurang sopan, dan terasa kasar. Ungkapan kaki tangan dulu dipakai dalam arti yang baik yaitu ‘pembantu’, sekarang dipakai yang tidak atau kkurang baik, seperti tampak pada dalam kejahatn atau pembantu pihak yang tidak disukai, seperti tampak dalam kaki tangan musuh.
2.2.5. Perubahan Total
                   Perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna asalnya. Walaupun makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya denan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya kata ceramah pada mulanya berarti ‘erewet’ atau ‘banyak cakap’ tetapi sekarang berarti ‘pidato’ atau ‘uraian mengenai suatu hal yang disampaikan de depan orang banyak’. Kata seni pada mulanya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing. Namun sekarang digunakan sepadan dengan kara Belanda kunst atau kata inggris  art, yaitu untuk mengartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus.
2.2.6. Penghalusan
                   Perubahan makna penghalusan ini adalah gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus atau lebih sopan daripada kata-kata yang digantikannya. Misalnya frasa pembantu rumah tangga menggantikan kata babu bahkan sekarang dignti dengan kata pramunawisma. Kata penjara atau bui diganti dengan kata atau ungkapan maknyanya dianggap lebih halus yaitu lembaga kemasyarakatan.
2.2.7. Pengasaran
                   Pengasaran yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya ungkapan masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah. Kata mencaplok untuk mengganti mengambil begitu saja. Kata  mendekap dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan. Kata menjebloskan dipakai untuk mengganti kata memasukkan.
                   Namun ada pula kata yang sebenarnya bernilai kasar, tetapi sengaja digunakan untuk lebih member tekanan tanpa terasa kekerasannya. Misalnya kata mencuri dipakai dalam kalimat ‘persib berhasil mencuri satu gol dari Pelita Jaya’. Padahal sebenarnya perbuatan mencuri adalah suatu tindakan kejahatan yang dapat diancam dengan hukuman penjara.
2.2.8. Asosiasi
                   Aosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena adanya persamaan sifat sehingga suatu kata atau istilah dapat dipakai untuk pengertian yang lain. Misalnya kata lintah darat dipakai untuk menyebut orang yang mempunyai sifat seperti lintah yaitu yang menghisap harta orang lain. Kata biang keladi dipakai untuk menyebut orang yang penyebab atau pemimpin suatu perbuatan jahat. Kata benalu digunkan untuk orang yang mempunyai sifat seperti benalu, yaitu selalu ikut menumpang pada keluarga yang lain secara cuma-cuma.
2.2.9. Sinestesia
                        Sinestesia berasal dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘nampak’. Perubahan makna akibat adanya kecendrungan untuk mengubah tanggapan dengan  tujuan untuk menegaskan maksud disebut sinestesia. Atau dengan kata lain sinestesia adalah pertukaran tanggapan antara indera yang satu dengan indera yang lainya. Misalnya rasa pedas yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak pada ujaran kata-katanya cukup pedas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar