BAB I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bahasa
merupakan alat komukasi bagi masyarakat. Di dalam bahasa kita memppelajari
berbagai macam ilmu, salah satunya yaitu adalah sintaksis. Menurut Faizah : 1) Sisntaksis
merupakan cabang ilmu bahasa yang sudah sangat tua, menyelidiki kalimat dan
kaedah penyusunan kalimat.
Satuan-
satuan dari sintaksis yaitu berupa kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang salah satu satuan dari
sintaksis tersebut. Yaitu adalah wacana. Penulis akan membahas tentang wacana
dalam makalah ini.
1.2.
Permasalahan
·
Apa pengertian wacana?
·
Apa saja alat wacana?
·
Apa saja jenis-jenis
dari wacana?
·
Apa persyaratan
terbentuknya wacana?
1.3.
Tujuan Makalah
·
Untuk mengetahui
pengertian wacana.
·
Untuk mengetahui alat-alat
wacana.
·
Untuk mengetahui
jenis-jenis wacana.
·
Untuk mengetahui
persyaratan terbentuknya wacana.
1.4.
Manfaat Makalah
Setelah makalah ini selesai penulis susun, kiranya dapat memberikan kontribusi bagi
berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:
·
Manfaat Teoritis
Secara teoritis
makalah ini akan
memberikan kontribusi terhadap disiplin mengenai wacana.
·
Manfaat Parktis
Secara praktis
penulisan makalah ini memilki manfaat sebagai berikut :
a)
Bagi mahasiswa,
diharapkan dapat memberikan wawasan baru berkenaan dengan wacana.
b)
Memberikan
pengetahuan tentang wacana.
·
Manfaat
Edukatif
Sebagai bahan pembelajaran baik di
lingkungan formal maupun di lingkungan nonformal. Seperti di sekolah menengah
khususnya untuk mahasiswa di Perguruan tinggi.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan
untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa
rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan
dapat bersifat transaksional atau interaksional.
Menurut Chaer (2007 : 267) wacana adalah satuan bahasa
yang lengkap, sehingga dalam hieraki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan yang lengkap, maka dalam wacana itu
berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan),
tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi dan terbesar,
berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi
persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
Menurut beberapa ahli dalam situs http://satrianiallahuakbar.blogspot.com/2011/11/
makalah-bahasa-indonesia-wacana.html pengertian wacana adalah sebagai
berikut:
Menurut Hawthorn
mengemukakan pengertian wacana merupakan komunikasi yang terlihat sebagai
sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas
personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.
Selain
Hawthorn, Roger Fowler (1997) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan
tulisan yang di lihat dari titik pandang kepercayaan,dan nilai. Kemudian Alwi dkk (2003)
wacana adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi satu dengan yang lain
dan membentuk satu kesatuan.
Kridalaksana
membagi wacana menjadi 4 yaitu :
1. Wacana langsung adalah wacana yang
sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.(tanda baca yang di gunakan dalam
penulisan kalimat)
2. Wacana pembeberan adalah wacana yang
tidak mementikan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan,dan
bagian-bagiannya di ikat secara logis.
3. Wacana penuturan adalah wacana yang
mementingkan urutan waktu,di tuturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam
waktu tertentu, berorientasi pada pelaku,dan seluruh bagiannya diikat oleh
kronologi.
4. Wacana tidak langsung adalah
pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang di
pakai oleh pembicara, mempergunakan kontruksi grematikal atau kata tertentu.
Seperti kata bahwa.
Dari
beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa Wacana adalah
unit terbesar dari suatu kalimat di mana terjadi komunikasi lisan dan tulisan
antara pembaca dan pengarang atau pembicara dan pendengar.
2.2. Alat Wacana
Sebuah
wacana akan disebut baik apabila wacana itu kohesif dan koheren. Menuru Chaer
(2007 : 269-270) untuk membuat wacana yang kohesif dan koheren, dapat digunakan
berbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun berupa aspek
semantil. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana
menjagi kohesif antara lain adalah:
1. Konjungsi
Konjungsi yakni alat
untuk menghubung-hubungkan bagan-bagian kalimat atau menghubungkan paragraph
dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih
eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang
tanpa konjungsi.
2. Menggunakan
kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu.
Menggunakan kata ganti
dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata
ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu
diulang, melainkan diganti dengan kata ganti itu. Oleh karena itu
kalimat-kalimat tersebut menjadi saling berhubungan.
3. Menggunakan
elipsis
Menggunakan
elipsis yakni penghilang bagian kalimat
yang sama yang terdapat kalimat yang lain. dengan elipsis, karena tidak
diulangnya bagian yang sama, maka itu tampak menjadi lebih efektif dan penghilang
itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
Selain
dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga
dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Antara lain yiatu dengan:
1. Pertama
yaitu menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat
dalam wacana.
2. Kedua
yaitu menggunakan hubungan generic-spesifik atau sebaliknya spesifik generic.
3. Ketiga
yaitu menggunakan hubungan perbandingan antara kedua bagian kalimat atau isi
dua buah kalimat dalam wacana.
4. Keempat
yaitu menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat atau
isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
5. Kelima
yaitu menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
6. Keenam
yaitu menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada
dua kalimat dalam satu wacana.
2.3.
Jenis Wacana
Wacana
dapat dikaji jenis-jenisnya berdasarkan beberapa criteria. Berdasarkan
jumlahnya wacana dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni wacana monolo,
wacana dialog, dan wacana polilog. Wacana monolog adalah wacana yang digunakan
oleh seseorang partisipan tanpa diikuti oleh interaksi verbal balik dari
partisipan yang lain. wacana yang digunakan oleh dua orang yang sedang
berkomunikasi verbal merupakan wacana dialog. Wacana polilog digunakan oleh
partisipan yang lebih dari dua orang.
Brown
dan Yule membedakan wacana berdasarkan
dua criteria. Pertama adalah berdasarkan fungsi bahasa. Berdasarkan fungsi itu,
wacana dibedakan menjadi dua kategori, yakni wacana transaksional dan
interaksional. Wacana transaksional adalah wacana yang digunakan untuk
mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar. Wacana
intraksional digunakan untuk menciptakan hubungan sosial dan hubungan personal,
seperti yang terdapat pada dialog dan polilog.
Criteria
kedua adalah cara menghasilkan wacana, atau berdasarkan salurannya. Berdasarkan
itu wacana dibedakan menjadi dua kategori, yaitu istilah teks, kategori itu
mencakup adalah teks lisan dan teks tulis.
Menurut
Chaer (2007 : 272-273) bahwa pembagian jenis wacana sesuai dengan sudut pandang
dari mana wacana itu dilihat. Pertama dilihat dari adanya wacana lisan dan
wacana tulis berkenaan dengan sarananya yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis.
Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan
bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik. Selanjutnya, wacana
prosa ini dilihat dari penyampain isinya yaitu dibedakan lagi menjadi wacana
narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.
Menurut
Ekowardono (1994:2-3), ada beberapa dasar klasifikasi wacana di antaranya (1)
dari segi sarana penyampaian meliputi wacana lisan dan wacana tulis, (2) dari
segi bentuk penyampaiannya meliputi wacana prosa, wacana puisi, wacana prosa
liris, dan wacana drama, (3) dari segi peranan penutur dan mitra tutur meliputi
wacana monolog dan wacana dialog, (4) atas dasar pengemasan materi yang akan
disampaikan meliputi wacana eksposisi, wacana deskripsi, wacana argumentasi,
wacana narasi, wacana persuasi, (5) dari segi strukturnya meliputi wacana dasar
dan wacana turunan yang terdiri dari wacana luas dan wacana kompleks.
Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, karya ilmiah termasuk ke dalam wacana
argumentasi dan wacana kompleks.
2.4.
Persyaratan Terbentuknya Wacana
Ada sejumlah
persyaratan yang menentukan terbentuknya wacana. Persyaratan pertama adalah
adanya topik. Topik itu mengacu pada “hal yang dibicarakan dalam wacana”. Dalam
berwacana orang dapat memindah topik yang dibicarakan dari satu topik ke topik
lain. pemindahan topik tiu merupakan hal yang wajar dalam berkomunikasi.
Cara-cara memindahkan topik itu juga berkaidah.
Persyaratan yang kedua
adalah adanya tuturan pengungkap topik beserta jabaran-jabaran topik yang
bersangkutan. Wujud konkret tuturan itu adalah kalimat, atau untaian kalimat
yang membentuk teks. Teks yang dimaksudkan di dalam wacana tidak selalu berupa
tuturan tulis, tetapi juga berupa tuturan lisan. Karena itu, dalam kajian
wacana dikenal teks tulis dan teks lisan.
Persyaratan ketiga
adalah adanya kohesi dan koherensi. Kohesi merupakan keruntutan kalimat-kalimat
dan merupakan hubungan structural antarkalimat tau antarbagian wacana, yakni
hubungan yang serasi antara proposisi satu dengan yang lain, atau antar makna
satu dengan makna yang lain. Koherensi merupakan hubungan timbal balik yang baik dan
jelas antara unsur-unsur yang membentuk kalimat itu, bagaimana hubungan
antarsubyek dan predikat, hubungan antara predikat dan obyek, serta
keterangan-keterangan lain yang menjelaskan unsur pokok tadi
Penggunaan bahasa
dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat
berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau
ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan
(unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh
apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang
dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun
secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang
diungkapkan.
BAB III.
PENUTUP
3.1.Simpulan
Wacana merupakan
satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam
konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran.
Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau
interaksional.
Penggunaan bahasa
dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat
berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau
ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity)
dan kepaduan (coherent).
3.2.Saran
Hendaknya makalah ini
dapat bermanfaat bagi banyak orang dari berbagai kalangan yang tertarik untuk
menetahui tentang wacana. Serta dapat dijadikan sebagai bahan ajar oleh
guru-guru, pembelajaran mahasiswa dan pengetahuan untuk masyarakat umum.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta : Rineka Cipta
Faizah, Hasnah. 2007. Sintaksis Bahasa
Indonesia. Pekanbaru : Cendikia Insani.
http://pgsd2009b.files.wordpress.com/2011/.../makalah-3-wacana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar