Rabu, 22 April 2015

Wacana




BAB I. PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
            Bahasa merupakan alat komukasi bagi masyarakat. Di dalam bahasa kita memppelajari berbagai macam ilmu, salah satunya yaitu adalah sintaksis. Menurut Faizah : 1) Sisntaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang sudah sangat tua, menyelidiki kalimat dan kaedah penyusunan kalimat.
            Satuan- satuan dari sintaksis yaitu berupa kata, frasa, klausa, kalimat dan wacana. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang salah satu satuan dari sintaksis tersebut. Yaitu adalah wacana. Penulis akan membahas tentang wacana dalam makalah ini.
1.2.   Permasalahan
·         Apa pengertian wacana?
·         Apa saja alat wacana?
·         Apa saja jenis-jenis dari wacana?
·         Apa persyaratan terbentuknya wacana?
1.3.   Tujuan Makalah
·         Untuk mengetahui pengertian wacana.
·         Untuk mengetahui alat-alat wacana.
·         Untuk mengetahui jenis-jenis wacana.
·         Untuk mengetahui persyaratan terbentuknya wacana.
1.4.   Manfaat Makalah
Setelah makalah ini selesai penulis susun, kiranya dapat memberikan kontribusi bagi berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut:
·         Manfaat Teoritis
Secara teoritis makalah ini akan memberikan kontribusi terhadap disiplin mengenai wacana.
·         Manfaat Parktis
Secara praktis penulisan makalah ini  memilki manfaat sebagai berikut :
a)      Bagi mahasiswa,  diharapkan dapat memberikan wawasan baru berkenaan dengan wacana.
b)      Memberikan pengetahuan tentang wacana.
·         Manfaat Edukatif
          Sebagai bahan pembelajaran baik di lingkungan formal maupun di lingkungan nonformal. Seperti di sekolah menengah khususnya untuk mahasiswa di Perguruan tinggi.
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Wacana
            Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional.
            Menurut Chaer (2007 : 267) wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hieraki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi dan terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya.
            Menurut beberapa ahli dalam situs http://satrianiallahuakbar.blogspot.com/2011/11/ makalah-bahasa-indonesia-wacana.html  pengertian wacana adalah sebagai berikut: 
            Menurut Hawthorn mengemukakan pengertian wacana merupakan komunikasi yang terlihat sebagai sebuah pertukaran diantara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya.
            Selain Hawthorn, Roger Fowler (1997) mengemukakan bahwa wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang di lihat dari titik pandang kepercayaan,dan nilai. Kemudian Alwi dkk (2003) wacana adalah rentetan kalimat yang menghubungkan proposisi satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan.
                  Kridalaksana membagi wacana menjadi 4 yaitu :
1. Wacana langsung adalah wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.(tanda baca yang di gunakan dalam penulisan kalimat)
2. Wacana pembeberan adalah wacana yang tidak mementikan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan,dan bagian-bagiannya di ikat secara logis.
3. Wacana penuturan adalah wacana yang mementingkan urutan waktu,di tuturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku,dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
4. Wacana tidak langsung adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip secara harfiah kata-kata yang di pakai oleh pembicara, mempergunakan kontruksi grematikal atau kata tertentu. Seperti kata bahwa.
            Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa Wacana adalah unit terbesar dari suatu kalimat di mana terjadi komunikasi lisan dan tulisan antara pembaca dan pengarang atau pembicara dan pendengar.
2.2. Alat Wacana
            Sebuah wacana akan disebut baik apabila wacana itu kohesif dan koheren. Menuru Chaer (2007 : 269-270) untuk membuat wacana yang kohesif dan koheren, dapat digunakan berbagai alat wacana, baik yang berupa aspek gramatikal maupun berupa aspek semantil. Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjagi kohesif antara lain adalah:
1.      Konjungsi
Konjungsi yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagan-bagian kalimat atau menghubungkan paragraph dengan paragraph. Dengan penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.
2.      Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu.
Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu sebagai rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang, melainkan diganti dengan kata ganti itu. Oleh karena itu kalimat-kalimat tersebut menjadi saling berhubungan.
3.      Menggunakan elipsis
Menggunakan elipsis  yakni penghilang bagian kalimat yang sama yang terdapat kalimat yang lain. dengan elipsis, karena tidak diulangnya bagian yang sama, maka itu tampak menjadi lebih efektif dan penghilang itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam wacana itu.
            Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga dibuat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Antara lain yiatu dengan:
1.      Pertama yaitu menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam wacana.
2.      Kedua yaitu menggunakan hubungan generic-spesifik atau sebaliknya spesifik generic.
3.      Ketiga yaitu menggunakan hubungan perbandingan antara kedua bagian kalimat atau isi dua buah kalimat dalam wacana.
4.      Keempat yaitu menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian kalimat atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana.
5.      Kelima yaitu menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.
6.      Keenam yaitu menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana.
2.3. Jenis Wacana
            Wacana dapat dikaji jenis-jenisnya berdasarkan beberapa criteria. Berdasarkan jumlahnya wacana dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni wacana monolo, wacana dialog, dan wacana polilog. Wacana monolog adalah wacana yang digunakan oleh seseorang partisipan tanpa diikuti oleh interaksi verbal balik dari partisipan yang lain. wacana yang digunakan oleh dua orang yang sedang berkomunikasi verbal merupakan wacana dialog. Wacana polilog digunakan oleh partisipan yang lebih dari dua orang.
            Brown dan Yule  membedakan wacana berdasarkan dua criteria. Pertama adalah berdasarkan fungsi bahasa. Berdasarkan fungsi itu, wacana dibedakan menjadi dua kategori, yakni wacana transaksional dan interaksional. Wacana transaksional adalah wacana yang digunakan untuk mengekspresikan isi atau informasi yang ditujukan kepada pendengar. Wacana intraksional digunakan untuk menciptakan hubungan sosial dan hubungan personal, seperti yang terdapat pada dialog dan polilog.
            Criteria kedua adalah cara menghasilkan wacana, atau berdasarkan salurannya. Berdasarkan itu wacana dibedakan menjadi dua kategori, yaitu istilah teks, kategori itu mencakup adalah teks lisan dan teks tulis.
            Menurut Chaer (2007 : 272-273) bahwa pembagian jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat. Pertama dilihat dari adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sarananya yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis. Kemudian ada pembagian wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik. Selanjutnya, wacana prosa ini dilihat dari penyampain isinya yaitu dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.
            Menurut Ekowardono (1994:2-3), ada beberapa dasar klasifikasi wacana di antaranya (1) dari segi sarana penyampaian meliputi wacana lisan dan wacana tulis, (2) dari segi bentuk penyampaiannya meliputi wacana prosa, wacana puisi, wacana prosa liris, dan wacana drama, (3) dari segi peranan penutur dan mitra tutur meliputi wacana monolog dan wacana dialog, (4) atas dasar pengemasan materi yang akan disampaikan meliputi wacana eksposisi, wacana deskripsi, wacana argumentasi, wacana narasi, wacana persuasi, (5) dari segi strukturnya meliputi wacana dasar dan wacana turunan yang terdiri dari wacana luas dan wacana kompleks. Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, karya ilmiah termasuk ke dalam wacana argumentasi dan wacana kompleks.
2.4. Persyaratan Terbentuknya Wacana
            Ada sejumlah persyaratan yang menentukan terbentuknya wacana. Persyaratan pertama adalah adanya topik. Topik itu mengacu pada “hal yang dibicarakan dalam wacana”. Dalam berwacana orang dapat memindah topik yang dibicarakan dari satu topik ke topik lain. pemindahan topik tiu merupakan hal yang wajar dalam berkomunikasi. Cara-cara memindahkan topik itu juga berkaidah.
            Persyaratan yang kedua adalah adanya tuturan pengungkap topik beserta jabaran-jabaran topik yang bersangkutan. Wujud konkret tuturan itu adalah kalimat, atau untaian kalimat yang membentuk teks. Teks yang dimaksudkan di dalam wacana tidak selalu berupa tuturan tulis, tetapi juga berupa tuturan lisan. Karena itu, dalam kajian wacana dikenal teks tulis dan teks lisan.
            Persyaratan ketiga adalah adanya kohesi dan koherensi. Kohesi merupakan keruntutan kalimat-kalimat dan merupakan hubungan structural antarkalimat tau antarbagian wacana, yakni hubungan yang serasi antara proposisi satu dengan yang lain, atau antar makna satu dengan makna yang lain. Koherensi merupakan hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur yang membentuk kalimat itu, bagaimana hubungan antarsubyek dan predikat, hubungan antara predikat dan obyek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan unsur pokok tadi
            Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
            Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.




























BAB III. PENUTUP

3.1.Simpulan
            Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional.
            Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
3.2.Saran
            Hendaknya makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dari berbagai kalangan yang tertarik untuk menetahui tentang wacana. Serta dapat dijadikan sebagai bahan ajar oleh guru-guru, pembelajaran mahasiswa dan pengetahuan untuk masyarakat umum.
















DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Faizah, Hasnah. 2007. Sintaksis Bahasa Indonesia. Pekanbaru : Cendikia Insani.
http://pgsd2009b.files.wordpress.com/2011/.../makalah-3-wacana
  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar