HILANG SATU DATANG YANG BARU
By
: Resty Anindita Fitriani
Siang yang sunyi dan senyap, saat
itu Aku sedang duduk di beranda depan kamarku. Perasaanku sangat gelisah dan
gundah, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Tapi Aku tak tahu apa
itu, yang jelas perasaanku tak enak. Kemudian aku berdiri, berjalan
kesana-kemari. Perasaanku semakin tak menentu. Akhirnya tanpa pikir panjang,
lebih baik Aku pergi ke toko buku bersama Rita. Aku bergegas pergi ke rumah
Rita tanpa memberi tahu kepadanya terlebih dahulu. Aku masuk ke dalam kamar dan
mengambil kunci mobil dan segera ke rumah Rita. Aku menyetir agak kencang agar
segera sampai di rumah Rita. Rita adalah sahabatku sejak kelas 1 SMA dan
sekarang kami sudah kelas 3.
Tadinya Aku ingin pergi ke toko buku
bersama Angga pacarku. Tetapi Angga bilang dia harus mengantar mamanya ke rumah
tantenya. Entah kenapa akhir-akhir ini dia bersikap aneh kepadaku. Setiap Aku mengajaknya
pergi selalu saja tidak bisa dan banyak sekali alasannya. Terkadang Aku sangat
kesal dengan tingkahnya itu.
Saat Aku tiba di sepan rumah Rita,
betapa terkejutnya Aku saat melihat Angga ada di sana, dia di rummah Rita dan
sedang asyik mengobrol dan bercanda ria serta berpegangan tangan. Hatiku sangat
hancur, tak kusangka sahabatku bisa melakukan semua itu dengan diriku.
“Ternyata Angga berbohong padaku….
Dia bilang mau mengantar mamanya ke
rumah tantenya. Tetapi sekarang aku melihat dia ada di rumah Rita..”
Air mata tak dapat ku tahan lagi.
Tega sekali mereka melakukan itu di belakangku. Padahal selama ini Aku setia
kepada Angga. Dan Rita, dia adalah sahabatku, teman dimana Aku selalu berkeluh
kesah tentang semua masalahku kepadanya. Mereka benar-benar jahat. Sampai hati
berbuat seperti itu. Pantas saja Rita selalu bersikap aneh acap kali aku
bercerita tentang Angga kepadanya.
Aku tak tahan melihat semua itu, AKU
langsung pergi dari tempat itu dan kembali kerumah. Sesampainya di rumah aku
langsung masuk ke kamar dan menutup pintu kamar dengan keras.
Gubraaaaaaaakkkkkk………...
Mama
yang melihat Aku pulang sambil menangis merasa heran dan terkejut. Kemudian Mama
menyusulku ke kamar.
Tok…tok…tok…. Mama mengetuk pintu
kamarku dengan lembut.
“Zelin….. Azelin… kamu kenapa
sayang?” Tanya Mama kepadaku, tetapi Aku hanya bisa menangis. “Zelin sayang
buka pintunya sayang. cerita dong sama Mama, kamu kenapa?” bujuk Mama dengan
lembut.
Dengar bujukan Mama, kemudian aku
membuka pintu kamar ku dan Mama pun ikut masuk ke kamar.
“Ada apa sayang? Kenapa kamu
menangis? Cerita kemama sayang….” Tanya Mama.
“Angga Ma….” Aku menjawab singkat
sambil menangis.
“Kenapa dengan Angga sayang….?”
Tanya Mama lagi.
“Di…di…dia selingkuh Ma…” tangisku
semakin terisak-isak.
“Selingkuh dengan siapa sayang?
Cerita yang jelas dong, hapus air mata kamu, jangan menangis lagi. Mama jadi
ikut sedih sayang. Ayo cerita yang bener Angga selingkuh dengan siapa sayang?”
Tangisku mulai mengecil, Aku mengusap
air mataku dan Aku menarik nafasku. Aku mulai bercerita dengan Mama. “Angga
selingkuh ma, dia selingkuh dengan Rita.”
“Jangan menuduh orang seperti itu
sayang, Zelin tahu dari siapa?” Tanya Mama tak percaya dengan kata-kataku.
“Tadi Zelin ke rumah Rita Ma,
rencananya mau mengajak dia pergi ke Toko buku karena saat Zelin ingin mengajak
Angga katanya dia tidak bisa mau mengantar mamanya ke rumah tantenya.” Aku
menjawab dengan nada rendah.
“Apa sayang?? Rita?? Sahabat kamu
itu kan??” Mama menjawab dengan terkejut. “Keterlaluan sekali mereka itu….
Sabar ya sayang…” Mama menghiburku dan kemudian memelukku. Mama mengelus-elus
kepalaku, Aku sedikit mulai tenang tapi hatiku masih terasa sakit sekali.
Malam harinya Aku berbaring di atas
kasur sambil menangis, karena Aku masih teringat kejadian siang itu. Mama tau
kalau Aku sedang tak ingin diganggu, jadi Mama tidak memanggilku untuk mengajak
makan malam bersama. Tiba-tiba ponselku berdering, Aku melihat siapa yang
menghubungiku. Ternyata Angga, Aku sengaja tak mengangkat panggilannya di
ponselku. Aku merasa sangat marah terhadapnya dan sangat kecewa sekali.
Berkali-kali Angga menghubungiku, tetapi taku abaikan. Kemudian nada pesan di
ponselku berbunyi, ternyata Angga mengirim pesan.
Sayang, kok gk dingkat sih telponnya? Kamu kenapa?
Anggkat dong sayang….
Kubaca pesan dari Angga, tetapi
tidak Aku balas, kemudian beberapa saat keudian ponselku berdering lagi. Angga
menghubungiku lagi, karena bosan melihatnya, ponselnya Aku matikan dan akupun
langsung tidur.
Keesokan paginya, rasanya Aku malas
untuk berangkat ke sekolah. Apalagi jika harus bertemu dengan Angga dan Rita,
maklum saja aku, Angga dan Rita satu sekolah. Tapi Aku harus tetap ke sekolah, Aku
tak boleh terlalu bersedih karena hanya masalah ini dan mengabaikan sekolahku.
Akhirnya Aku berangkat ke sekolah juga.
Saat tiba di sekolah Angga sudah
menungguku di depan pintu gerbang sekolah. Karena Aku tak ingin melihat
wajahnya, Aku memalingkan pandanganku ke arah lain dan terus berjalan menuju kelas. Angga
memanggilku tetapi Aku pura-pura tidak mendengarnya dan hanya diam. Tiba-tiba
Angga mengejarku dan menarik tanganku dari belakang.
“Zelin kamu kenapa sih…? Kenapa kamu tak mengangkat telponku semalam? Apa kamu marah sama
Angga? Soal apa..? soal kemarin? Angga minta maaf
Zelin….”
“Untuk saat ini tolong jangan ganggu
Aku.” Jawabku ketus.
“Ya tapi kenapa… beri Angga alasan
dong….? Jangan seperti ini….” Jawabnya.
“Apa perlu Aku beri tau alasannya…?
Tanpa Aku beri tau seharusnya kamu sudah tau dong…”
“Apa maksud kamu Zelin…???? Tanya Angga merasa bingung. “Soal Angga
nggak bisa nemenin kamu ke toko buku ya. Angga minta maaf
Zelin….”
Aku hanya diam dan melepas genggaman
tangannya dan pergi meninggalkannya sendiri. Keudian Angga mengejarku lagi dan
menarik tanganku lagi.
“Ada apa lagi sih……” Aku membentak
Angga dengan nada keras. Sehingga teman di sekitarku melihat tetapi aku tidak
peduli.
“Jawab pertanyaan Angga tadi
Zelin…!” Pinta Angga dengan suara agak keras.
“Baik… Aku bakal kasih tau kamu. Kamu kemarin bohong sama aku kan..? kamu bilang, kamu
nganter mama kamu ke rumah tante kamu, tante Andin. Tapi ternyata kamu bohong…..”
Jelasku sampai-sampai air mataku hamper keluar tetapi aku tahan.
“Tapi nyatanya apa Zelin…? yang
jelas dong….”
“Kamu ke rumah Rita kan…..?? iya kan
Angga….”
Angga hanya bisa diam dan berdiri
lemas, genggaman tangannya dilepasnya dari tanganku.
“Jawab Angga.. jangan diam saja
kamu. Aku sudah lihat semuanya, Aku lihat kalian dekat sekali seperti orang
berpacaran. Kamu jahat ngga…”
“Ze..Zelin…. Angga minta maaf Zelin… Angga sayang sama kamu Zelin…”
“Sudahlah ngga…. Sekarang kita putus
ngga….”
“Tapi lin….. Angga masih sayang sama
Zelin, jangan tinggalin Angga lin, Angga mohon…”
Aku tak memperdulikannya lagi dan Aku
pergi meninggalkannya sendiri. Sesampainya Aku di depan kelas Rita sudah
menungguku di depan pintu. Karena Aku juga merasa marah dan kecewa dengannya, Aku
memasang muka masam padanya. Rita memanggilku, tapi Aku hanya
diam dan pura-pura tidak mendengar seperti yang kulakukan pada Angga.
“Hail Zelin…. lama banget sih kamu datangnya. Aku udah nunggu kamu
dari tadi.”
Aku mengabaikan perkataanya dan
nyelonong masuk ke dalam kelas tanpa mengiraukannya.
“Hai Zelin… kamu kenapa sih..? kok
muka kamu masa banget sama Aku. Lagi dapet ya…” Tanya Rita kepadaku.
“Apa peduli lo… udahlah… lo jangan
ganggu gue lagi.” Jawabku ketus.
“Ihh… kok gitu sih lin,
lo..lo..gue..gue.. kamu jawabnya ketus gitu. Ya jelas aku peduli sama kamu,
kamu itu kan sahabat Aku.”
“Sahabat lo bilang…? orang kaya lo
nggak pantes dibilang sahabat. Kalau lo emang sahabat gue, lo nggak akan nusuk
gue dari belakang.” Jelasku.
“Apa sih maksud kamu lin…? Aku nggak
ngerti…” Jawab Rita bingung.
“Lo nggak usah pura-pura deh Ta….. gue udah tau kok. Mulai sekarang lo jangan
deket-deket gue lagi.”
“Tapi Zelin…” Rita hanya bisa
terdiam dengan perkataanku. Lalu Aku pergi dari hadapannya. Suasana saat itu
sangat memanas.
Aku pergi ke kamar mandi untuk
menenangkan diri. Beberapa saat kemudian bel masukpun berbunyi. Aku segera
masuk ke dalam kelas dan melakukan aktifitas belajar seperti biasa. Rita
kelihatan sangat sedih, wajahnya murung sekali. Tetapi Aku bersikap seolah-olah
tidak terjadi apa-apa.
Waktu istirahat
pun tiba, Aku keluar kelas dan berjalan menuju tempat
duduk yang terdapat di bawah pohon sudut sekolah. Di sana aku duduk termenung
mengingat kejadian kemarin. Hatiku terasa sakit sekali, mengingat sahabatku sendiri bermain api dengan pacarku,
sungguh keterlaluan. Dari kejauhan Aku melihat rita sedang menuju ke arahku.
lalu dia duduk di sampingku.
“Zelin…. apa sih maksud perkataan
kamu tadi..?” tanya Rita dengan nada pelan.
“Udahlah Ta… jangan pura-pura nggak
tau.” Jawabku ketus. “Jujur ya Ta.. gue nggak nyangka lo bisa lakuin itu sama
gue.”
“Lakuin apa sih Zelin… Aku nggak
ngerti.”
“Jawab jujur Ta, lo pacaran kan sama
Angga. Jawab jujur Ta…”
“Apa Lin…? Ya nggak mungkinlah Aku kayak
gitu…” jawab Rita dengan gugup.
“Udah deh Ta, jangan sok baik di
depan gue. gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. kemari Angga ke rumah lo
kan Ta… lo mesra-mesraan dengan dia. Gue liat itu Ta… kalau lo nggak pacaran
sama Angga, kenapa lo mesra banget kemarin sama dia. Terus kenapa Angga mesti
bohong sama gue. Dia bilang dia mau nganter mamanya ke rumah tante Andin, tapi
ternyata dia bohong, dan gue lihat dia ada di ruah lo Ta…. Lo tega Ta… lo tega
nusuk gue dari belakang.”
“Zeee..linn…. maafin Aku ya…” Jawab Rita
dengan nada pelan dan air matanya hampir keluar.
“Apa lo bilang Ta…? Maaf..? setelah
apa yang lo lakuin di belakang gue, sekarang lo bilang maaf. Lo sahabat gue
tega nyakitin hati gue. Bahkan gue udah aggap lo kayak sodara gue Ta… sekarang
setelah apa yang lo lakuin ke gue lo bilang maaf…???”
“Please Lin… maafin gue…” pinta
Rita.
“Udahlah ta… sekarang lo tinggalin
gue sendiri ta…”
“Tapi lin….”
Rita menangis dan pergi dari
sampingku. Begitu juga denganku, air mataku jatuh ke pipi. Aku tak sanggup
untuk menahannya. Disaat Aku sedang menangis meikirkan kejadian tadi,
tiba-tiba….
“Gubraaaaaakkkk….. aaawww… sakit…” Teriak
seseorang dari belakangku. Aku terkejut mendengar suara itu. Kemudian Aku melihat
ke arah belakangku. Terlihat seorang lelaki terduduk sambil memegang bokongnya.
“Ehhh… lo kenapa..? Tanyaku.
“Lo nggak liat apa..? gue jatuh ne…
tolongin dong…” Jawab lelaki itu.
Aku langsung beranjak dari tempat
dudukku dan membantunya berdiri. Sebelum itu aku menghapus air mataku. Kemudian
aku menarik tangannya dan membantunya berdiri.
“Lo ngapain di sini…? Kok bisa jatuh
sih, lo nguping pembicaraan gue tadi ya…?” tanyaku padanya.
“Ehhh…. Jangan sembarangan lo ya,
bukan hobi gue buat nguping pembicaraan orang. Gue emang dari tadi udah di sini kali… lo nya aja yang nggak tau.” Bantahnya.”
Gue ketiduran di atas pohon.”
“Apa..? Ketiduran..? Aneh banget sih
lo, ketiduran di atas pohon, kayak monyet aja.” Aku tersenyum.
“Yee…. Enak aja lo bilang gue kayak
monyet, gue emang sering duduk di atas pohon ini.”
“Apa….?” Jawabku kaget.
“Biasa aja kali jawabnnya…. Gue Eza.
Eza Febrian, siswa kelas 3D di sekolah ini.” Dia mengulurkan tangannya.
“Gue Zelin, Azelin Anggraini siswa kelas 2A. Kok gue nggak pernah liat
lo ya..?” tanyaku lagi.
“Iya gue tau kok nama lo Zelin, gue
emang kurang suka ngumpul-ngumpul sama temen-temen gue. Gue lebih suka tiduran di pohon
ini.”
“Apa..? lo kok tau nama gue..? kok
bisa sih, kita kan nggak pernah ketemu..?
“Lo emang nggak pernah liat gue,
tapi gue sering liat lo.”
“Lo sering lihat gue..?
jangan-jangan lo diam-diam sering perhatiin gue ya, lo suka sama gue ya..”
tebakku dengan PD.
“GR banget sih lo, lo sering duduk
di sini, sedangkan gue di atas pohon. Gimana gue nggak neliat lo, sedangkan lo
di bawah gue.”
“Jadi lo tau semua yang gue lakuin
di sini….?”
“Ya jelas dong…” jawabnya sambil
tertawa.
“Apa…? Ya ampuunnn….” Jawabku
terkejut.
Kami ngobrol panjang lebar. Aku dan
Eza seperti sudah kenal lama. Rasanya asyik banget ngobrol dengan Eza. Dia bisa
membuat Aku tertawa dan sejenak melupakan kejadian tadi, bahkan ternyata Eza
tau banyak tentang aku walau dia baru kena denganku.
Dua minggu telah berlalu setelah
kejadian itu. Saat itu hari Rabu, sepulang sekolah aku sengaja meminta Rita
untuk menemuiku di belakang sekolah. Disana Aku membuka hati untuk memafkannya.
tetapi dengan syarat Aku tidak bisa lagi dekat dengan dia berdua.
Aku dan Rita udah nggak deket lagi.
sekarang Aku lebih dekat dengan Eza. Hampir setiap istirahat Aku dan Eza bersama di bawah pohon
sudut sekolah
itu. Lama-kelamaan kami semakin dekat. Aku menceritakan tentang Angga kepada
Eza. Angga merasa cemburu melihat kedekatan Aku dan Eza. Tapi Aku tidak peduli,
yang penting Aku sekarang udah bisa ngelupain dia.
Angga udah mutusin Rita dan ngajak
balikan Aku tapi Aku tidak mau. Kemudian Aku menceritakannya kepada Eza.
“Za… kemarin Angga ke rumah gue.”
“Ngapain dia, dia ganggu lo lagi,
bilang sama gue kalau dia ganggu lo.”
“Nggak ko, dia nggak ganggu gue Za,
tapi dia ngajak gue balikan.”
“Terus lo jawab apa..? lo mau
balikan sama dia..?” Tanya Eza.
“Ya nggak lah Za, bego banget gue
mau nerima dia lagi, dia udah nyakiti gue.”
“Bagus deh kalu begitu..” jawab Eza
lega.
“Kok bagus sih Za… lo nggak seneng ya liat gue balikin
lagi sama Angga. Lo cemburu ya Za….” Ledekku.
“Ye… siapa yang cemburu, udah deh
jangan ngeledekin gue.” Eza menjawab dengan muka memerah.
“Iya kan Za… lo cemburu kan??”
candaku, muka Eza semakin memerah dan merasa malu.
Tidak terasa udah tiga bulan Aku dan
Eza dekat. Suatu hari Eza ngajak gue nonton dan Aku mengiyakannya.
“Zelin… malam minggu besok lo ada
acara nggak..?” Tanya Eza.
“Kayaknya nggak deh Za, emang kenapa
Za..?” tanyaku.
“Kita nonton yuk… ada film bagus
nih..” ajak Eza.
“Boleh juga tuh Za..”
“Ya udah besok malam gue jemput lo
jam 19.30 ya.”
“Ok deh Za…”
Aku seneng banget karena akhirnya
Eza ngajak gue nonton. Maklum selama tiga bulan Aku kenal Eza belum pernah dia
ngajak Aku jalan atau nonton.
Akhirnya malam minggu yang
kutunggu-tunggu tiba juga. Aku akan pergi nonton dengan Eza. Tepat pukul 19.30
Eza menjemputku.
Titt….titt…tiiitt….. suara klakson
mobil Eza berbunyi dan aku segera keluar.
“Lama banget sih Lin…” keluh Eza.
“Ya maaf dong Za… maklum perempuan,
hehehe.” Aku tertawa kecil. “Tapi kita jadi pergi kan Za..?”
“Ya jadi dong Zelin… cepet masuk,
kita berangkat lagi.”
Aku langsung masuk ke dalam mobil
dan mobilpun meluncur menuju bioskop. Kamipun tiba di bioskop dan menonton film
horor. Aku sangat takut tetapi Eza mengenggam tanganku dengan erat. Jantungku
berdetak kencang saat Eza mengenggam tanganku. Aku merasa tak ingin jauh dari
Eza, sepertinya Aku menyukai Eza. Setelah sejam lebih kami nonton Aku merasa
lapar dan Eza mengajakku makan. Aku mulai suka dengan Eza, tetapi aku tidak tau bagaimana perasaan Eza terhadapku.
Pada saat kami lagi asyik makan,
tiba-tiba seorang cewek datang menghampiri kami. Ternyata mantannya Eza, Dian
namanya. Dia bertingkah seolah di antara mereka masih ada hubungan. Dian
memeluk Eza dihadapanku, Aku tau Eza merasa risih, tetapi Aku tak tahan
melihatnya, sepertinya Aku cemburu.
“Hai Eza.. apa kabar lo, udah lama
ya kita nggak ketemu.” Sapa Dian sambil mencium pipi Eza.
“Baik, Lo ngapain di sini.”
“Gue pengen ketemu sama lo Za, gue
kangen banget sama lo.” Dian langsung memeluk Eza.
“Apa-apaan sih lo Yan, lepasin gue
nggak..!” Bentak Eza. “Nggak tau malu banget lo si Yan, kita itu udah putus
ya…” bentak Eza lagi.
“Nggak ah, gue nggak akan ngelepasin
lo Za.” Jawab Dian.
Tingkah Dian semakin menjadi-jadi, sepertinya
Dian sengaja menasin Aku. Aku tak tahan melihatnya dan Aku pergi dari tepat
itu. Eza melepas tangan Dian dan Eza mengejarku. Kemudian Eza menarik tanganku
dan tiba-tiba dia langsung memelukku, Aku terkejut dan hanya bisa diam.
“Lo kenapa Zelin..? Lo cemburu ya…
gue minta maaf ya…” suara Eza sangat lembut.
“Nggak..! siapa yang cemburu, emang
gue siapa lo. Ya terserah lo mau berbuat apa dan sama siapa aja, kenapa gue
mesti cemburu.” Jawabku dengan gugup.
“Bener lo nggak cemburu… terus
kenapa lo mesti pergi..?” Eza bertanya sambil memelukku.
“Ya gue nggak mau aja ganggu kalian
berdua aja. Ngomong-ngomong lepasin dong pelukan lo, sakit tau..”
“Ohh… maaf Zelin….” Jawabnya.
“Hhmm… gue mau pulang dulu, udah
malam za.”
“Tunggu Zelin…” Eza memelukku lagi.
“Jangan pergi dari gue. Gue…gue…gue sayang sama lo lin..”
“Maksud lo….?” Aku merasa gugup dan jantungku semakin berdetak kencang.
“Lo mau nggak jadi pacar gua, jujur
semenjak kenal lo, gue ngerasa ada yang beda. Gue suka sama lo Lin.”
Aku terdiam, Aku hanya bisa terdiam
dan kaget, Eza suka sama gue…? Rasanya Aku tak percaya. Ternyata cinta gue
nggak bertepuk sebelah tangan.
“Terus gimana dengan Dian Za…?”
tanyaku pelan.
“Gue sama Dian udah nggak ada
hubungan apa-apa lagi Lin, gue sama dia tuh udah putus.”
Aku terdiam sejenak dan memikirkan
perkataan Eza.
“Zelin lo kok diem lagi sih…? Lo mau
nggak jadi pacar gue..?” Tanya Eza lagi.
“Apa..? hhhmmm… giana ya… kayaknya
gue nggak bisa deh Za…”
“Kenapa nggak bisa lin..? gue sayang
sama lo Zelin, gue nggak akan nyakitin lo seperti Angga.” Eza merasa kecewa
dengan jawaban dari Zelin.
“Kayaknya gue emgang nggak bisa Eza,
gue nggak bisa nolak lo… hehehe..” tawaku.
“Jadi lo mau jadi pacar gue..?”
wajah Eza terlihat senang sekali.
“Iya sayang…, Zelin juga suka sama
Eza, Zelin ngerasain ini udah lama Za…”
“Makasih ya sayang…” Eza memelukku
lagi.
Setelah itu Eza mengantarku pulang
ke rumah. Kini Aku dan Eza udah jadian, rasanya Aku masih tidak percaya. Tapi
ini semua memang kenyataan. Ternyata dibalik semua kejadian waktu Angga
selingkuh dengan Rita ada hikmahnya, yaitu Aku mendapatkan seorang lelaki yang
benar-benar sayang padaku.